Selasa, 22 Desember 2015

Ibu, aku menyayangimu walaupun aku menyakitimu.




Ibu. 3 huruf, 1 kata. Ia adalah sosok perempuan yang pernah mengandungku. Sewaktu ia mengandungku Ia sangat menjagaku, dengan memberikanku asupan makanan yang bergizi agar aku kelak nantinya bisa lahir dengan sehat dan selamat. Saat aku masih di dalam kandungannya, ia selalu senang mengelus perutnya sambil berharap dan berbicara kepadaku walaupun aku tak mengerti apa yang Ibu katakan kepadaku. Saat Ibu mengadung ia sangat menyukai bermain denganku, bahkan ketika aku menendang perutnya ia merasa senang walaupun Ibu tahu kalo itu menyakiti perutnya. Ketika Ibu mengandungkuku, aku merasa kasihan karena ia membawa beban di perutnya yang sangat berat namun ia harus berhati-hati demi buah cintanya.  Terkadang aku merasakan jikalau aku merepotkannya, karena ketika ia mengandungku ia bergerak lebih lamban dari biasanya, ia mengurangi aktivitasnya, ia lebih sering berdiam diri. Apakah aku manja? Mengapa aku sangat merepotkan ibu ku? Ibu, maafkan aku ketika engkau mengandungku saja aku sudah merepotkanmu.
Hari itu telah tiba, hari dimana aku akan lahir kedunia, aku tak sabar untuk melihat dunia, aku merasa bosan karena sendiri di dalam perut ibuku. Aku memberikan tanda kepada ibuku dengan cara membuat perutnya mules yang luar biasa tentu saja aku menyakiti ibuku sendiri. Ibu, aku ingin keluar dari perutmu, ibu bantu aku keluar dari sini, ibu aku ingin melihat wajahmu, ibu aku ingin engkau memelukku dan mencium keningku. Namun di hari itu, ibuku sangat berusaha keras agar aku keluar dari rahimnya, tempat dimana aku tinggal sebelumnya. Ibuku mengerahkan tenaga sekuat-kuatnya agar aku bisa lahir kedunia, ia merasakan sakit yang luar biasa demi aku, ia merasakan lelah yang selama ini ia jalani saat mengandungku begitupun juga saat ia melahirkanku. Aku tak tahu apa yang mereka bicarakan disana, yang jelas aku ingin keluar bu, aku tidak dapat merasakan betapa sakitnya ibuku melahirkanku. Ketika aku terlepas dari plasenta ibuku dan aku lahir kedunia akupun menangis. Badanku berlumuran darah, tapi apa yang terjadi? Ibuku senang melihatku lahir kedunia ini dengan keadaan yang baik-baik saja sehingga ia sampai nangis sambil tersenyum. Orang- orang disana pun turut bahagia karena aku telah lahir di dunia ini.
Ibuku, memelukku menciumku dan tergambar jelas senyum di wajahnya karena ia sangat bahagia buah hatinya lahir dengan keadaan sehat dan sempurna. Waktu itu aku sangat lapar, tapi aku tak bisa berbicara aku hanya bisa menagis sekencang-kencangnya agar ia mengetahui apa yang aku rasakan. Ketika aku menagis dan ingin makan ia memberikanku asi. Dimana asi itu merupakan makananku dan itulah yang membuatku sehat sampai saat ini. Ketika aku digigit nyamuk aku hanya bisa menangis, lalu ia segera bergegas melihat anaknya dan tak lupa juga ia mengolesiku dengan minyak agar bentol yang disebabkan oleh nyamuk itu cepat reda. Ketika aku belum bisa buang air di kamar mandi, aku hanya bisa menangis ia dengan sabar menggantikan popokku dan membersihkannya. Aku selalu di perhatikan olehnya, tak lupa juga makananku. Ia selalu memberika sayur, daging, agar aku memiliki gizi yang seimbang. Ia tak lupa juga membawaku ke rumah sakit untuk di imunisasi agar aku terhindar dari berbagai macam penyakit. Sungguh, aku anak yang sangat lemah dan manja sekali, maafkan aku bu aku tak ingin merepotkanmu.
Ketika aku bisa mengucap “ibu” dari mulutku ia sangat terasa bahagia, karena buah hatinya bisa memanggilnya dengan harapan jika aku membutuhkannya aku menyebutkan kata “ibu” berkali-kali. Namun ia tak pernah bosan mengajariku untuk berbicara, walaupun apa yang aku ucapkan terkadang tak dimengerti olehnya sehingga lagi-lagi aku hanya bisa nangis. Ibu, anakmu ini manja sekali. Ketika aku bisa berdiri dan perlahan-lahan aku memberanikan diri untuk berjalan. Langkah demi langkah aku coba, walau sebenarnya aku taku akan terjatuh. Dan benar saja, akupun terjatuh. Tak lama kemudia ibu membangunkanku, ia mencoba melatihku lagi agar aku bisa berjalan. Ia tahu bahwa ketika aku terjatuh aku akan menangis, disisi lain ia tak mau melihat anaknya menangis namun disisi lain ia harus mengajari dan menuntun anaknya untuk bisa berjalan. Ia dengan sabar melatihku berjalan, hingga aku bisa berjalan ia merasa senang, senyum yang terpancar dari bibirnya membuatku bahagia. Bahagianya ia adalah ketika melihatku bisa berjalan, sehingga ia selalu menciumiku sambil berkata “pintar, sekali anakku”.
Hari itu tiba, hari dimana aku pertama kalinya bersekolah. Ibu begitu semangat untuk mengantarkanku bersekolah. Ia tak lupa membangunkanku dari mimpi-mimpiku dan dari tidurku yang begitu nyaman, ia menyiapkan air hangat untukku tak lupa juga ia memandikanku, kemudia ia pertama kalinya memakaikan seragam yang lucu itu kepadaku tak lupa juga ia mempersiapkan segala kerperluan alat tulisku untuk sekolah tak lupa juga ia berkata “nanti disekolah jangan nakal ya, kalo dibilangin bu guru harus nurut” kemudian ia menyiapkan makanan untukku tak lupa juga ia menyuapin aku. Kemudia ia memakaikan kaus kaki dan sepatu di kakiku yang mungil ini. Ia kemudian mengantarkanku kesekolah, tak lupa juga ia menggandengku dengan erat. Terpancar jelas senyum ibuku yang senang melihat buah hatinya bertumbuh besar dan sudah mulai bersekolah, akupun sangat senang karen ini pertama kalinya aku menemukan lebih banyak teman.
“ibu, aku ga bisa menulis seperti ini” itulah keluhku ketika aku belum begitu labcar menuli. Ia dengan sabar mengajariku menulis. Tak hanya mengajariku menulis ia juga mengajariku membaca dengan cara mengeja. “i en ini dibaca ini , be ubu ka uku dibaca buku, be ubu de idi dibaca budi. Ini buku budi” ucap ibuku, saat ia memberikan contoh agar aku bisa mengeja bacaan. Ia dengan sabar melatihku membaca hingga akhirnya aku bisa membaca. Akan tetapi, ibu aku menemukan kesulitan lagi, “ibu, aku gabisa mengerjakan pr matematikaku susah” itu ucapku ketika aku kesulitan mengerjakan pr matematika, ia pun kemudian mengajariku dengan sabar. “nak, begini caranya 2+2= 2 dimulut 2nya lagi di jari, habis 2, 3, 4” ucapnya saat ia mengajariku berhitung dengan sabarnya, walaupun terkadang ia memarahiku tapi aku tahu bahwa ia menyayangiku dan ia menginginkan anaknya untuk bisa.
“Ibu...” teriakku begitu kencang memanggil namanya sambil menangis, kemudian ia menghampiriku dengan cepat sambil terheran mengapa anak tercintanya ini menangis. “ada apa nak, kenapa menangis?” ucapnya ia saat melihatku menangis. “Ibu, tadi sewaktu aku bermain sepeda terjatuh dan berdarah, sakit bu huhuhuhuhu” aku pun menangis dengan menahan rasa sakit akibat lututku terluka. Lalu ibuku mengusap air mataku sambil berkata “makanya, lain kali kalo main sepeda hati-hati yaa” ucapnya ia sambil menenangkanku dan mengobati lukaku. Ibu, engkau dokter terbaik yang aku punya. Engkau rela menjagaku 24 jam dan menemaniku disaat sakit bahkan di rumah sakit semahal apapun tak ada yang bisa sesabar merawatku 24 jam penuh. Meyemangatiku agar aku cepat sembuh dan bahkan selalu menasehatiku agar aku menghindari apa yang jadi penyebab aku bisa terserang penyakit. Bahkan ketika aku demam tak lupa engkau mengompres dahiku dengan air. Ibu, sungguh besar jasamu, tak akan ku lupakan semua jasamu ibu.
“Ibu, aku ga suka sayur ini aku gamau makan” sungguh, kata-kata yang keluar dari mulutku ini menyakiti hatinya, betapa jahatnya diriku tak mau makan karena aku tak menyukainya, padahal ibuku telah berjuang untuk memasaknya, namun ia tetap tidak marah malahan ia tersenyum walaupun aku tahu ibu merasa sakit karena anaknya tak mau memakan masakannya. “yaudah, kalo kamu ga suka kamu mau makan apa?” begitulah ucapnya, dengan nada yang lembut dan sabar. Ibu, engkau adalah koki terhebat yang aku kenal dalam hidupku ini, engkau selalu menuruti kemauanku akan masakan. Ibu, engkau koki yang rela tak di bayar anakmu andaikan aku harus membayarmu atas masakanmu mungkin saja aku tak mampu untuk membayarnya. Bahkan, engkau rela bangun pagi demi membuatkan sarapan untukku dan ayah. Tak hanya membuatkan sarapan, dipagi buta pun engkau telah membereskan rumah, aku tahu Ibu sangat lelah namun ibu tak pernah menunjukkannya kepadaku ia selalu menyemangatiku.
Ibu, engkau seorang psikolog bagiku. Engkau selalu mendengarkanku. Bahkan engkau mau mendengarkan ceritaku tentang mainan baruku, iya itu hanya imajinasiku. Ibu, bahkan kau sering mendengar betapa anakmu yang cengeng ini terkadang merasa tersakiti oleh orang-orang diluar sana tapi engkau mengingatkanku agar aku tak boleh menyakiti mereka. Ibu, nasihatmu yang selalu aku tunggu dan aku rindukan, tanpamu mungkin hidupku takkan terarah mungkin aku menjadi orang yang tidak sabar, dan menjadi orang yang dibenci diluar sana. Ibu, engkau selalu mengajariku bagaimana caranya berbuat baik kepada orang, engkau pulalah yang mengajariku untuk sabar dalam menghadapi cobaan apapun.
Ibu, kau sungguh egois. Namun, egoismu itu demi aku. Egois yang engkau lakukan adalah engkau selalu memberikanku yang lebih, bahkan dirimu tak merasakannya. Ibu, mengapa engkau selalu membohongiku saat makan? Engkau bilang kepadaku bahwa engkau sudah makan, akan tetapi apa kenyataannya dirimu belum makan. Ibu, aku tak suka jika kau begini terus, aku juga tak ingin kau sakit begitu pun engkau tak menginginkanku sakit karena aku belum makan.
Ibu, kasih sayangmu sangat luar biasa, maafkan aku jika aku selalu merepotkanmu. Maafkan aku jika aku selalu mengganggu tidur malamu karena aku menangis di gigit nyamuk. Ibu, maafkan aku terkadang aku suka membohongimu agar aku mendapatkan uang jajan lebih. Ibu, maafkan aku, aku belum bisa menjadi seperti yang kau minta. Ibu, aku tahu bahwa di setiap doamu engkau menginginkanku menjadi anak yang terbaik. Ibu, disini aku mendoakanmu agar engkau sehat selalu, agar engkau selalu sabar menghadapiku. Ibu, disini aku mempunyai cita-cita membahagiakanmu semoga kelak saat aku besar nanti aku bisa sukses dan kesuksesan aku itulah yang akan membuatmu tersenyum lebar, karena anakmu yang tersayang ini lebih baik darimu.
Hanya itu saja, yang aku inginkan bu. Semoga Ibu sehat selalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar