Ibu. 3 huruf, 1 kata. Ia adalah sosok perempuan yang pernah
mengandungku. Sewaktu ia mengandungku Ia sangat menjagaku, dengan memberikanku
asupan makanan yang bergizi agar aku kelak nantinya bisa lahir dengan sehat dan
selamat. Saat aku masih di dalam kandungannya, ia selalu senang mengelus
perutnya sambil berharap dan berbicara kepadaku walaupun aku tak mengerti apa
yang Ibu katakan kepadaku. Saat Ibu mengadung ia sangat menyukai bermain
denganku, bahkan ketika aku menendang perutnya ia merasa senang walaupun Ibu
tahu kalo itu menyakiti perutnya. Ketika Ibu mengandungkuku, aku merasa kasihan
karena ia membawa beban di perutnya yang sangat berat namun ia harus
berhati-hati demi buah cintanya.
Terkadang aku merasakan jikalau aku merepotkannya, karena ketika ia
mengandungku ia bergerak lebih lamban dari biasanya, ia mengurangi
aktivitasnya, ia lebih sering berdiam diri. Apakah aku manja? Mengapa aku
sangat merepotkan ibu ku? Ibu, maafkan aku ketika engkau mengandungku saja aku
sudah merepotkanmu.
Hari itu telah tiba, hari dimana aku akan lahir kedunia, aku tak
sabar untuk melihat dunia, aku merasa bosan karena sendiri di dalam perut
ibuku. Aku memberikan tanda kepada ibuku dengan cara membuat perutnya mules yang
luar biasa tentu saja aku menyakiti ibuku sendiri. Ibu, aku ingin keluar dari
perutmu, ibu bantu aku keluar dari sini, ibu aku ingin melihat wajahmu, ibu aku
ingin engkau memelukku dan mencium keningku. Namun di hari itu, ibuku sangat
berusaha keras agar aku keluar dari rahimnya, tempat dimana aku tinggal
sebelumnya. Ibuku mengerahkan tenaga sekuat-kuatnya agar aku bisa lahir
kedunia, ia merasakan sakit yang luar biasa demi aku, ia merasakan lelah yang
selama ini ia jalani saat mengandungku begitupun juga saat ia melahirkanku. Aku
tak tahu apa yang mereka bicarakan disana, yang jelas aku ingin keluar bu, aku
tidak dapat merasakan betapa sakitnya ibuku melahirkanku. Ketika aku terlepas
dari plasenta ibuku dan aku lahir kedunia akupun menangis. Badanku berlumuran
darah, tapi apa yang terjadi? Ibuku senang melihatku lahir kedunia ini dengan
keadaan yang baik-baik saja sehingga ia sampai nangis sambil tersenyum. Orang-
orang disana pun turut bahagia karena aku telah lahir di dunia ini.
Ibuku, memelukku menciumku dan tergambar jelas senyum di
wajahnya karena ia sangat bahagia buah hatinya lahir dengan keadaan sehat dan
sempurna. Waktu itu aku sangat lapar, tapi aku tak bisa berbicara aku hanya
bisa menagis sekencang-kencangnya agar ia mengetahui apa yang aku rasakan.
Ketika aku menagis dan ingin makan ia memberikanku asi. Dimana asi itu
merupakan makananku dan itulah yang membuatku sehat sampai saat ini. Ketika aku
digigit nyamuk aku hanya bisa menangis, lalu ia segera bergegas melihat anaknya
dan tak lupa juga ia mengolesiku dengan minyak agar bentol yang disebabkan oleh
nyamuk itu cepat reda. Ketika aku belum bisa buang air di kamar mandi, aku
hanya bisa menangis ia dengan sabar menggantikan popokku dan membersihkannya. Aku
selalu di perhatikan olehnya, tak lupa juga makananku. Ia selalu memberika
sayur, daging, agar aku memiliki gizi yang seimbang. Ia tak lupa juga membawaku
ke rumah sakit untuk di imunisasi agar aku terhindar dari berbagai macam
penyakit. Sungguh, aku anak yang sangat lemah dan manja sekali, maafkan aku bu
aku tak ingin merepotkanmu.
Ketika aku bisa mengucap “ibu” dari mulutku ia sangat terasa
bahagia, karena buah hatinya bisa memanggilnya dengan harapan jika aku
membutuhkannya aku menyebutkan kata “ibu” berkali-kali. Namun ia tak pernah
bosan mengajariku untuk berbicara, walaupun apa yang aku ucapkan terkadang tak
dimengerti olehnya sehingga lagi-lagi aku hanya bisa nangis. Ibu, anakmu ini
manja sekali. Ketika aku bisa berdiri dan perlahan-lahan aku memberanikan diri
untuk berjalan. Langkah demi langkah aku coba, walau sebenarnya aku taku akan
terjatuh. Dan benar saja, akupun terjatuh. Tak lama kemudia ibu membangunkanku,
ia mencoba melatihku lagi agar aku bisa berjalan. Ia tahu bahwa ketika aku
terjatuh aku akan menangis, disisi lain ia tak mau melihat anaknya menangis
namun disisi lain ia harus mengajari dan menuntun anaknya untuk bisa berjalan.
Ia dengan sabar melatihku berjalan, hingga aku bisa berjalan ia merasa senang,
senyum yang terpancar dari bibirnya membuatku bahagia. Bahagianya ia adalah
ketika melihatku bisa berjalan, sehingga ia selalu menciumiku sambil berkata “pintar,
sekali anakku”.
Hari itu tiba, hari dimana aku pertama kalinya bersekolah. Ibu
begitu semangat untuk mengantarkanku bersekolah. Ia tak lupa membangunkanku
dari mimpi-mimpiku dan dari tidurku yang begitu nyaman, ia menyiapkan air
hangat untukku tak lupa juga ia memandikanku, kemudia ia pertama kalinya
memakaikan seragam yang lucu itu kepadaku tak lupa juga ia mempersiapkan segala
kerperluan alat tulisku untuk sekolah tak lupa juga ia berkata “nanti disekolah
jangan nakal ya, kalo dibilangin bu guru harus nurut” kemudian ia menyiapkan
makanan untukku tak lupa juga ia menyuapin aku. Kemudia ia memakaikan kaus kaki
dan sepatu di kakiku yang mungil ini. Ia kemudian mengantarkanku kesekolah, tak
lupa juga ia menggandengku dengan erat. Terpancar jelas senyum ibuku yang
senang melihat buah hatinya bertumbuh besar dan sudah mulai bersekolah, akupun
sangat senang karen ini pertama kalinya aku menemukan lebih banyak teman.
“ibu, aku ga bisa menulis seperti ini” itulah keluhku ketika aku
belum begitu labcar menuli. Ia dengan sabar mengajariku menulis. Tak hanya
mengajariku menulis ia juga mengajariku membaca dengan cara mengeja. “i en ini
dibaca ini , be ubu ka uku dibaca buku, be ubu de idi dibaca budi. Ini buku
budi” ucap ibuku, saat ia memberikan contoh agar aku bisa mengeja bacaan. Ia
dengan sabar melatihku membaca hingga akhirnya aku bisa membaca. Akan tetapi,
ibu aku menemukan kesulitan lagi, “ibu, aku gabisa mengerjakan pr matematikaku
susah” itu ucapku ketika aku kesulitan mengerjakan pr matematika, ia pun
kemudian mengajariku dengan sabar. “nak, begini caranya 2+2= 2 dimulut 2nya
lagi di jari, habis 2, 3, 4” ucapnya saat ia mengajariku berhitung dengan
sabarnya, walaupun terkadang ia memarahiku tapi aku tahu bahwa ia menyayangiku
dan ia menginginkan anaknya untuk bisa.
“Ibu...” teriakku begitu kencang memanggil namanya sambil
menangis, kemudian ia menghampiriku dengan cepat sambil terheran mengapa anak
tercintanya ini menangis. “ada apa nak, kenapa menangis?” ucapnya ia saat
melihatku menangis. “Ibu, tadi sewaktu aku bermain sepeda terjatuh dan
berdarah, sakit bu huhuhuhuhu” aku pun menangis dengan menahan rasa sakit
akibat lututku terluka. Lalu ibuku mengusap air mataku sambil berkata “makanya,
lain kali kalo main sepeda hati-hati yaa” ucapnya ia sambil menenangkanku dan
mengobati lukaku. Ibu, engkau dokter terbaik yang aku punya. Engkau rela
menjagaku 24 jam dan menemaniku disaat sakit bahkan di rumah sakit semahal
apapun tak ada yang bisa sesabar merawatku 24 jam penuh. Meyemangatiku agar aku
cepat sembuh dan bahkan selalu menasehatiku agar aku menghindari apa yang jadi
penyebab aku bisa terserang penyakit. Bahkan ketika aku demam tak lupa engkau
mengompres dahiku dengan air. Ibu, sungguh besar jasamu, tak akan ku lupakan
semua jasamu ibu.
“Ibu, aku ga suka sayur ini aku gamau makan” sungguh, kata-kata
yang keluar dari mulutku ini menyakiti hatinya, betapa jahatnya diriku tak mau
makan karena aku tak menyukainya, padahal ibuku telah berjuang untuk
memasaknya, namun ia tetap tidak marah malahan ia tersenyum walaupun aku tahu
ibu merasa sakit karena anaknya tak mau memakan masakannya. “yaudah, kalo kamu
ga suka kamu mau makan apa?” begitulah ucapnya, dengan nada yang lembut dan sabar.
Ibu, engkau adalah koki terhebat yang aku kenal dalam hidupku ini, engkau
selalu menuruti kemauanku akan masakan. Ibu, engkau koki yang rela tak di bayar
anakmu andaikan aku harus membayarmu atas masakanmu mungkin saja aku tak mampu
untuk membayarnya. Bahkan, engkau rela bangun pagi demi membuatkan sarapan
untukku dan ayah. Tak hanya membuatkan sarapan, dipagi buta pun engkau telah
membereskan rumah, aku tahu Ibu sangat lelah namun ibu tak pernah
menunjukkannya kepadaku ia selalu menyemangatiku.
Ibu, engkau seorang psikolog bagiku. Engkau selalu
mendengarkanku. Bahkan engkau mau mendengarkan ceritaku tentang mainan baruku,
iya itu hanya imajinasiku. Ibu, bahkan kau sering mendengar betapa anakmu yang
cengeng ini terkadang merasa tersakiti oleh orang-orang diluar sana tapi engkau
mengingatkanku agar aku tak boleh menyakiti mereka. Ibu, nasihatmu yang selalu
aku tunggu dan aku rindukan, tanpamu mungkin hidupku takkan terarah mungkin aku
menjadi orang yang tidak sabar, dan menjadi orang yang dibenci diluar sana.
Ibu, engkau selalu mengajariku bagaimana caranya berbuat baik kepada orang,
engkau pulalah yang mengajariku untuk sabar dalam menghadapi cobaan apapun.
Ibu, kau sungguh egois. Namun, egoismu itu demi aku. Egois yang
engkau lakukan adalah engkau selalu memberikanku yang lebih, bahkan dirimu tak
merasakannya. Ibu, mengapa engkau selalu membohongiku saat makan? Engkau bilang
kepadaku bahwa engkau sudah makan, akan tetapi apa kenyataannya dirimu belum
makan. Ibu, aku tak suka jika kau begini terus, aku juga tak ingin kau sakit
begitu pun engkau tak menginginkanku sakit karena aku belum makan.
Ibu, kasih sayangmu sangat luar biasa, maafkan aku jika aku
selalu merepotkanmu. Maafkan aku jika aku selalu mengganggu tidur malamu karena
aku menangis di gigit nyamuk. Ibu, maafkan aku terkadang aku suka membohongimu
agar aku mendapatkan uang jajan lebih. Ibu, maafkan aku, aku belum bisa menjadi
seperti yang kau minta. Ibu, aku tahu bahwa di setiap doamu engkau
menginginkanku menjadi anak yang terbaik. Ibu, disini aku mendoakanmu agar
engkau sehat selalu, agar engkau selalu sabar menghadapiku. Ibu, disini aku
mempunyai cita-cita membahagiakanmu semoga kelak saat aku besar nanti aku bisa
sukses dan kesuksesan aku itulah yang akan membuatmu tersenyum lebar, karena anakmu
yang tersayang ini lebih baik darimu.
Hanya itu saja, yang aku inginkan bu. Semoga Ibu sehat selalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar